.

.

Yang Terbaru

Daurah Ilmiah Asatidzah ke-5 Yogyakarta (2)

https://muslimahsalafiyat.blogspot.co.id


Daurah Ilmiah Asatidzah ke-5 Yogyakarta (2)

Kalimat Pembuka

Dan

Nasehat Asy-Syaikh ‘Abdullah Al-Bukharihafizhahullah

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين، أما بعد
Alhamdulillah, dengan taufiq dan kemudahan dari Allah ‘Azza wa Jalla , pagi ini setelah shalat Shubuh Asy-Syaikh ‘Abdullah Al-Bukhari menyampaikan pelajaran beliau yang pertama. Yaitu pelajaran Syarh Manzhumah Al-Baiquniyyah
Sebelum memulai pelajaran, sebagai muqaddimah (kalimat pembuka) beliau menyampaikan beberapa hal penting :
  1. Bahwa Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah menyampaikan salam kepada segenap asatidzah dan duat peserta Daurah.
  1. Beliau mengingatkan, bahwa hendaknya pelajaran tidak dimulai setelah shalat shubuh secara langsung, namun beberapa saat setelahnya agar bisa memberikan kesempatan untuk melakukan adzakarush shabah.
Karena adzkarush shabah wal masa` merupakan amaliah yang senantiasa diamalkan secara rutin oleh Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Ibadah seperti ini, yang telah ada ketentuan waktunya (terikat waktu), apabila lewat/berlalu waktunya maka berlalulah kesempatan untuk mengamalkannya, tidak bisa diqadha’. Waktu pelaksanaan adzkarush shabah sebagaimana dijelaskan oleh para ‘ulama, dimulai sejak ba’da dukhulil fajr(masuknya waktu shubuh) sampai terbitnya matahari, sedangkan waktu pelaksanaanadzkarul masa` adalah sejak masuk waktu ‘ashar hinga tenggelam matahari. Adapun setelah tenggelamnya matahari, maka tidak shah mengamalkan adzkarul masa`. (Hal ini sebagaimana dijelaskan dan dirinci oleh Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab beliau Al-Wabilush Shayyib).
Maka kita mengumpulkan antara dua ibadah, antara ibadah membaca adzkarush shabahdan ibadah menuntul ilmu. tidak diragukan, bahwa mengumpulkan dua kebaikan sekaligus lebih baik daripada membuang salah satunya. Antara dua ibadah ini tidak saling bertentangan, bisa dipadukan.
Maka hendaknya pelajaran jangan dilakukan setelah shalat shubuh secara langsung, tapi beri kesempatan beberapa saat untuk membaca adzkarush shabah. Lakukan ini, baik di sini maupun di tempat lainnya, di ma’had-ma’had antum.
  1. Wajib ikhlash karena Allah dalam ibadah ini. Ibadah yang kita laksanakan sekarang adalah ibadah yang besar, yaitu menuntut ilmu agama yang mulia.  (kemudian beliau mengingatkan dan menyebutkan beberapa dalil yang menyebutkan keutamaan ilmu). Kemudian beliau mengingatkan untuk kita semua harus bersemangat dalam menjalankan ibadah besar ini yang mulia ini, yaitu ibadah memuntut ilmu, dan juga harus ikhlash. Ikhlash memerlukan jihad dan mujahadah.
Al-Hafizh Ibnul Jauzi rahimahullah berkata (Shaidul Khathir I/206) :
فمن أصلح سريرته فاح عبير فضله و عبقت القلوب بنشر طيبه فا الله الله في السرائر فإنه ما ينفع مع فسادها صلاح ظاهر
“Barangsiapa yang memperbaiki batinnya, maka akan tersebarlah keutamaannya yang banyak dan hati akan terus menebarkan kebaikannya. Maka hati-hatilah, jagalah batin kalian, karena jika batin telah rusak maka tidak akan bermanfaat lagi kebaikan amaliah yang tampak.”
Tidak bermanfaat lagi engkau menampakkan konsisten di atas sunnah, padahal ternyata hatimu gelap, riya, atau tidak ikhlash wal’iyya dzu billah. Maka harus terkumpul antara ikhlash dan ittiba’.
Di antara lawan ikhlash adalah cinta ketenaran dan suka disanjung. Al-Hafizh Asy-Syathibi menyebutkan dalam Al-I’thisham perkataan yang sangat bagus, “Cinta ketenaran/kepemimpinan merupakan (penyakit) yang paling akhir keluar dari hati orang-orang shalih.”
Membutuhkan jihad dan mujahadah. Jiwa ini perlu tempaan latihan untuk ikhlash, ittiba’, inqiyad, meninggalkan hawa nafsu dan ‘ashabiyyah serta kedungguan.
Sebaliknya, seseorang harus konsisten dan terikat dan perintah-perintah maupun larangan-larangan ilahi, demikian juga perintah dan larangan Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam, serta menerapkannya pada dirinya, pada ucapannya, dan pada perbuatannya. Sehingga benar-benar ia beribadah kepada Allah di atas bashirah.
Oleh karena itu di antara doa Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam :
وأسألك كلمة الحق في الرضى والغضب
“Aku memohon kepada-Mu kalimatul haq baik ketika ridha maupun ketika marah.”
Al-Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan makna doa tersebut dalam risalah beliau yang sangat bermanfaat : At-Tuhfatul ‘Iraqiyyah fi A’malil Qalbiyyah, beliau menjelaskan ketinggian makna doa tersebut, bahwa seseorang dalam kondisi ridha bisa mengucapkan kalimat yang haq. Namun dalam kondisi marah dia tidak mampu mengucapkan kalimat yang haq, maka ia pun berbuat dungu, melanggar kehormatan (orang lain), dan terkadang melanggar batas-batas syari’at. Sikap yang demikian tidak boleh bagimu. Suatu yang ma’lum bahwa jiwa memiliki kecenderungan menyimpang, sementara syaithan sangat bersemangat (untuk menggelincirkan manusia).
Oleh karena itu Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Risalah At-Tabukiyyah berkata :
أن العدل يجب أن يكون مع العدو قبل الصديق، ومع البعيد قبل القريب
Bahwa keadilan itu harus ditegakkan terlebih dahulu terhadap musuh sebelum terhadap teman, terhadap orang jauh sebelum terhadap orang yang dekat.
Bukanlah yang dimaksud dengan keadilan bukanlah manhaj bid’ah muwazanah(keseimbangan). Namun yang dimaksud dengan keadilan adalah kita tidak menzhalimi, dan kita menyatakan kalimat yang haq dengan adil dan inshaf, dan kita menimbangnya dengan timbangan syari’at yang lurus. Kita adalah umat yang mahkumah (diatur)marhumah (disayangi) dengan karunia Allah jalla fi ‘ulahu, oleh karena itu datang kepada kita syari’at yang bersih, murni, jelas, malamnya sama dengan siangnya, tidaklah menyimpang darinya kecuali orang yang binasa.
Sebagian orang, awal mulanya dia berada di atas sunnah, namun kemudian ia melanggar batas, menentang, sehingga berbuat ghuluw (ekstrim), menzhalimi dirinya sendiri, tidak bisa berbuat adil terhadap dirinya sendiri sebelum kepada orang lain. Melampaui batas dalam lafazh dan ucapan. Maka ia pun keluar dari perintah Allah ‘Azza wa Jalla.
Sebaliknya, engkau dapati sebagian orang yang enggan, sampai pada tingkatan tidak mau melaksanakan hukum-hukum syari’at yang wajib ia laksanakan.
Ilmu yang kita pelajari merupakan pintu yang besar, yang bisa mengantarkanmu kepadaal-jannah. Maka seseorang harus perhatian, hendaknya ia harus ia harus ikhlas dalam menempuh jalan ini, dan mengikuti jejak Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam.

http://www.manhajul-anbiya.net/daurah-ilmiah-asatidzah-ke-5-yogyakarta-2/